Selasa, 30 Oktober 2012

Pendekatan Exploratory dan Confirmatory dalam Geografi


Metode saintifik menyediakan pendekatan terstruktur untuk menjawab pertanyaan.  Inti dari metode ini adalah untuk membangun dan menguji suatu hipotesis. Seperti kita lihat, hipotesis dapat dianggap sebagai jawaban potensial dari suatu pertanyaan.  Misalnya snowfall map dapat mamberikan suatu hipotesis bahwa jarak dari danau terdekat memainkan peran penting pada distribusi jumlah snowfall.

Geografer menggunakan spatial analisis dengan konteks metode saintifik yang minimal memiliki dua jalan yang jelas.  Metode exploratory dari analisis digunakan untuk menggiring kepada hipotesis. Metode confirmatory digunakan untuk menguji suatu hipotesis.  Metode visualisasi atau deskripsi seperti pada kasus gambar 1.2 memaksa kita untuk menemukan klaster dari kasus kanker akan menjadi metode exploratory, sebaliknya metode statistic yang  menguatkan/menegaskan kemungkin terjadi suatu peristiwa oleh adanya peluang disebut metode confirmatory.


Kita seharusnya dapat mencatat dua point penting, pertama, metode confirmatory tidak selalu melakukan penegasan atau menyangkal hipotesis – dunia memiliki tempat yang rumit, dan metode tersebut seringkali memiliki keterbatasan dalam mencegah comfirmation dan refutation (sangkalan). Namun, metode tersebut sangat penting dalam strukturisasi pikiran kita dan membawa sebuah ketelitian dan pendekatan sainstifik akan menjawab pertanyaan. Kedua, penggunaan metode eksploratory selama beberapa tahun terakhir meningkat secara cepat. Ini datang karena ada kombinasi dari tersedianya database besar dan kecanggihan softwere (termasuk GIS) dan sebuah pengakuan bahwa metode confirmatory statistika sangat cocok di beberapa situasi.   

(STATISTICAL METHODS FOR GEOGRAPHY - PETER ROGERSON)

Kamis, 18 Oktober 2012

Metode Saintifik

 

clip_image001[12]

Metode, usaha awal pengorganisasian ide untuk menyusun suatu teori.

Deskripsi mengarahkan kita untuk menyusun suatu hipotesa, dimana hipotesa inilah yang dapat diuji kebenaran atau kesalahannya.

Untuk menguji hipotesa maka diperlukan suatu model. Model menyederhanakan realitas, sehingga relasi antar variabel-variabel dapat dipelajari.

Model divalidasi melalui perbandingkan data observasi dengan apa yang diharapkan. Jika model dapat menggambarkan kenyataan secara tepat, maka akan ada kesesuaian antara observasi dan ekspektasi. Jika tidak maka diperlukan penggambaran ulang. Model seringkali digunakan dalam situasi khusus. Model yang telah teruji berulang kali, akan dapat menunjukkan situasi empiris secara general.

Hukum/Aturan seringkali dideskripsikan sebagai suatu pernyataan yang tak terbatasi ruang lingkup. Dalam konteks diagram diatas, teori dapat dideskripsikan sebagai generalisasi kolektif, atau hukum/aturan kolektif.

Metode statistik menjadi aturan utama dalam metode saintifik ini.

(Peter A.Rogerson, 2001)

Sabtu, 09 Juni 2012

Penginderaan Jauh Untuk Informasi Spasial Sebaran dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit


Data penginderaanjauh dapat digunakan untuk kegiatan inventarisasi, pemantauan, evaluasi, serta potensi perkebunan, salah satunya perkebunan kelapa sawit. Keuntungan menggunakan data penginderaan jauh antara lain dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Data utama dalam kegiatan ini ialah menggunakan citra SPOT. Metode inventarisasi, evaluasi, pemantauan, penilaian potensi, dan perhitunganluas perkebunan, dirancang dengan suatu model sesuai dengan  pokok permasalahan serta kondisi setempat. Analisis yang dilakukan denganpendekatan ruang, dengan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pola penyebaran. 

Secara umum, tahapan dalam proses dapat dibagi menjadi 9 bagian, yaitu mulai dari pengumpilan data, yang meliputi data spasial dan data bular daerah penelitian;  penyususnan danmanajemen basis data; pembuatan peta tematik; klasifikasi dan interpretasi penutup-penggunaan lahan; perhitungan luas penutup-penggunaan lahan hasil interpretasi; ekstraksi pentup lahan perkebunan; perhitungan luas perkebunan sawit; analisis potensi lahan untuk perkebunan saewit; pembuatan peta potensi lahan untuk perkebunan kelapa sawit.

Dalam penilaian potensi, memerlukan data kondisi fisik wilayah penelitian. Karakteristik fisik dapat berupa proses vulkanik serta proses diatropisme. Untuk kondisi hidrologi, berkaitan dengan ketersediaan air permukaan dan iar tanah. masing-masing kondisi fisik terebut dipergunakan untuk membuat evaluasi lahan, dimana yangakan dibobot dalam penilaian potensi lahan untuk kelapa sawit. Kesesuaian lahan berbasis pada penggunaan lahan berkelanjutan, dimana penggunaan lahan diusulkan tidak akan mengakibatkan degradasi lahan.

Referensi: Florentina Sri Hardiyanti P, dkk. Informasi Spasial Sebaran dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit dari Data Penginderaan Jauh di Provinsi Sumatera Selatan

Kamis, 29 Maret 2012

Pengantar Pengenalan Batuan

 

Sebelum melangkah lebih jauh ke dalam penginderaan jauh untuk geologi, pengetahuan mengenai pengenalan batuan juga diperlukan, berikut beberapa cara pengenalan batuan yang diambil dari ht tp://geology.about.com/od/rocks/tp/rocks101.htm.

 

Batuan beku didinginkan dari kondisi cair dan butiran-butiran mereka rekat erat. Tekstur batuan beku biasanya terlihat seperti sesuatu yang mungkin anda panggang dalam oven.

Batuan beku adalah batuan yang kuat ulet, lelehan beku dengan sedikit tekstur atau layering, sebagian besar hitam, putih dan / atau abu-abu mineral; mungkin terlihat seperti granit atau seperti lava(tentang batuan beku).

 

Batuan sedimen terdiri dari pasir, kerikil atau lumpur yang berubah menjadi batu. Umumnya mereka terlihat seperti pasir dan lumpur seperti awalnya dulu.

Batuan sedimen adalah sedimen yang mengeras bersama dengan lapisan lapisan berpasir atau berlempung; kebanyakan coklat sampai abu-abu; mungkin memiliki fosil dan airatau tanda angin (tentang batuan sedimen).

 

Batuan metamorf adalah batuan dari dua jenis pertama yang diubah oleh pemanasan dan peregangan. Mereka cenderung berwarna dan bergaris.

Batuan metamorf yang kuat ulet, dengan lapisan lurus atau melengkung (foliation) mineralterang dan gelap; berbagai warna, sering berkilauan dengan mika (sekitar batuan metamorf).

 

Pembahasan selanjutnya (Rock Struktur, bisa anda baca dulu sourcenya disini : http://geology.about.com/library/bl/images/blimageindex.htm

Rabu, 15 Februari 2012

Penginderaan Jauh Untuk Penentuan Retensi Banjir

Perubahan penggunaan lahan yang berkaitanb dengan perubahan penutup lahan, disertai dengan pembuangan sampah tidak pada tempatnya, serta tingkat curah hujan yang tinggi menjadikan terjadinya banjir. Salah satu upaya untuk menanggulangi banjir yaitu dengan mengoptimalkan daerah yang dijadikan retensi banjir. Teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk memetakan daerah retensi banjir, dimana parameter yang dipergunakan antara lain tutupan lahan, jenis tanah, daerah yang menjadi genangan, kemiringan lereng, serta curha hujan. Citra penginderaan jauh yang dapat dipergunakan dalam penentuan daerah retensi banjir ialah SPOT 4.

Parameter-parameter dalam penentuan daerah retensi dapat diinterpretasi menggunakan penginderaan jauh. Jenis tanah yang baik untuk daerah retensi ialah jenis tanah yang berupa Andosol. Hal ini dikarenakan oleh tingkat daya ikat air oleh tanah yang tinggi. Selain itu, tanah Andosol ini sangat gembur, tetapi memiliki derajat ketanahan struktur yang tinggi, sehingga mudah diolah. Jumlah makro pori tanah ini tergolongbanyak, sehingga menyebabkan tingkat permeabilitasnya tinggi. Daerah yang sering mengalami genangan ialah daerah dengan kemiringan lereng yang rendah. Pada umumnya, Lahan yang dioptimalkan menjadi daerah retensi ialah tegalan, sawah, rawa, hutan yang mengalami genangan rutin, kebun, serta semak atau rumput.


ref: Rahmah, dkk. Penentuan Daerah Retensi Banjir Menggunakan Teknologi Penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis. jurnal

Minggu, 29 Januari 2012

Mengenali Tipe Batuan, sentuhan spasial di geologi dengan Penginderaan Jauh :: Pengantar

 

Tipe batuan secara umum dapat dikelompokkan dengan mengacu pada karakteristik seperti ketahanan terhadap erosi, warna, bentuk penampang parit dan lembah, vegetasi penutupnya, dan beberapa karakter lainnya.

Hal ini cukup berguna apakah penampang itu berdasar pada batuan metamorfis atau sedimen. Apakah permukaannya sandstone atau limestone. Memang cara ini tidak dapat mengenali unit-unit yang ada dipermukaan, tetapi hanya memungkinkan untuk memasukkan dalam kategori-kategori kelompok batuan tertentu.

Geologi Foto (Photogeologic), inilah sains yang menjembatani mengenali obyek-boyek tersebut dengan penginderaan jauh. Unsur interpretasi seperti : rona, tekstur, warna, bentuk, dan beberapa unsur lain, ditambah dengan karakteristik kenampakan erosi, dan posisi stratigrafisnya, digunakan dalam teknik interpretasi ini.

Minggu, 22 Januari 2012

Soil Water Assesment Tool

 

SWAT atau kalau dipanjangkan Soil Water Assesment Tool merupakan penelitian model selama kurang lebih 30 tahun, yang dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold.

SWAT dikembangkan untuk memprediksi dampak praktis manajemen lahan terhadap air, sedimen, lolosan kimia pertanian dalam suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) yang komplek dengan berbagai variasi tanah, penggunaan lahan, dan manajemen dalam suatu periode.

Untuk menjangkau tujuan diatas model SWAT didasarkan pada model fisik. Tidak sekedar persamaan regresi antara input dan output, SWAT  juga membutuhkan informasi spesifik seperti cuaca, sifat tanah, topografi, vegetasi, dan manajemen lahan secara praktis, yang terjadi di dalam DAS. Proses-proses fisik dikaitkan dengan pergerakan air, pergerakan sedimen, pertumbuhan tanaman, siklus nutrisi/hara, dan secara langsung digunakan oleh SWAT sebagai input data.

SWAT dapat berjalan dengan menggunakan data yang telah siap yang ada, namun juga dapat diperdalam secara spesifik lebih lanjut.

SWAT secara komputasi merupakan efisiensi dari biaya dan waktu untuk mensimulasikan berbagai strategi manajemen lahan, dalam skala, dan variasi yang besar.

SWAT merupakan model berbasis kesinambungan waktu, namun SWAT tidak diperuntukkan sebagai model simulasi detil.

sumber bacaan : http://twri.tamu.edu/reports/2011/tr406.pdf

Senin, 16 Januari 2012

Estimasi Tingkat Intensitas Penularan Malaria dengan Penginderaan Jauh

Di Pulau Jawa dan Bali, penyakit malariaterjadi peningkatan pada tahun 1997 dari 0,12 per 1000 orang menjadi 0,38 per 1000 orang pada tahun 2000 (Depkes, 2001). Monitoring yang dilakukan terhadap penyalit malaria ini tergolong masih lambat. Hal tersebut dikarenakan pendekatan pengamatannya masih menitikberatkan pada penemuan kasus baru malaria dan belum memanfaatkan kondisi lingkungan, dimana pengamatan yang menitikberatkan pada perubahan kondisi lingkungan dapat memanfaatkan penginderaan jauh yang sifatnya lebih cepat dalam monitoring. Berdasarkan data kondisi lingkungan yang diperoleh dengan dukungan penginderaan jauh tersebut, kemudian diprediksi kondisi malarianya (Beck, et al, 1997).

Jenis penelitian yang dapat dilakukan berkaitan dengan malaria ini merupakan suatu model pendekatan observational cause effect, dimana observasi dilakukan pada fenomena-fenomena kesehatan (faktor risiko dan efek) dalam keadaan apa adanya tanpa manipulasi. Sisi penginderaan jauh yang dapat diterapkan ialah dengan memanfaatkan citra Landsat TM komposit 543 yang juga mengacu pada hasil analisis foto udara pankromatik hitam putih standar serta foto udara format kecil bewarna. Tujuan analisis penginderaan jauh ini ialah untuk observasi dan identifikasi macam dan luas masing-masing klasifikasi penggunaan lahan di daerah kajian.

Berdasarkan hal tersebut, diperoleh 5 variabel prediktor lingkungan yang perlu diperhitungkan kontribusinya untuk estimasi tingkat penularan malaria, yaitu suhu udara, kepadatan nyamuk vektor, kelembaban udara, pekarangan rumah, kebun campuran. Dari kelima variabel prediktor tersebut, 4 diantaranya dapat diperoleh dari penginderaanjauh, yaitu suhu, kelembaban udara, pekarangan rumah, serta kebun campur. Hal ini membuktikan bahwa, penginderaan jauh sangat mendukung monitoring malaria berbasis lingkungan.


referensi: Achmad, Holani dkk. Estimasi Tingkat Intensitas Penularan Malaria Dengan Dukungan Penginderaanjauh (Studi Kasus Di Daerah Endemis Malaria Pegunungan Menoreh Wilayah Perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan D.I.Yogykarta)