Pemetaan imbuhan airtanah dan pemetaan kerentanan airtanah merupakan suatu langkah penting dalam zonasi kawasan karst. Secara umum, tujuan dari pemetaan imbuhan airtanah dan pemetaan kerentanan airtanah ialah untuk mengetahui sebaran spasial tingkat imbuhan airtanah dan tingkat kerentanan pencemaran airtanah suatu daerah, sebagai upaya pengelolaan kawasan karst itu sendiri. Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1456 K/20/MEM/2000, pengelolaan kawasan karst dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang mencakup inventarisasi, penyelidikan, pemanfaatan, serta perlindungan sumberdaya pada kawasan karst.
Zonasi kawasan karst akan menghasilkan suatu peta klasifikasi wilayah dalam tiga kelompok yaitu kawasan karst kelas I, II dan III. Kawasan karst kelas I merupakan kawasan yang berfungsi sebagai kawasan penyimpan air secara tetap dalam bentuk akuifer, sungai bawah tanah, telaga, atau danau bawah tanah; Kawasan yang memiliki gua-gua dan sungai-sungai bawah tanah yang aktif yang membentuk jaringan baik secara horisontal ataupun vertikal; Kawasan yang memiliki gua-gua dengan speleothem (ornamen-ornamen gua) yang aktif; atau Kawasan yang memiliki flora dan fauna khas yang memenuhi arti dan fungsi sosial, ekonomi, budaya serta pengembangan ilmu pengetahuan. Disebut sebagai Kawasan Karst Kelas II ketika Kawasan tersebut berfungsi sebagai pengimbuh air bawah tanah yang berupa daerah tangkapan air hujan yang mempengaruhi naik turunnya permukaan air bawah tanah kawasan karst sehingga secara umum masih mendukung fungsi hidrologis kawasan karst; atau Kawasan yang berfungsi sebagai jaringan lorong-lorong bawah tanah hasil bentukan sungai dan gua yang sudah kering, serta menjadi tempat tinggal yang tetap bagi fauna yang semuanya dapat memberi nilai dan manfaat ekonomi. Kawasan karst kelas III merupakan kawasan yang tidak memiliki kriteria pada kawasan karst kelas I dan II.
Metode analisis yang dapat digunakan dalam pemetaan imbuhan airtanah dan pemetaan kerentanan airtanah ialah metode APLIS, yang meliputi ; altitud (ketinggian), pendiente (kemiringan lereng), litologia (litologi), infiltraction preferencial (zona infiltrasi), dan suelo (tanah). Setiap variabel dikelaskan, kemudian dilakukan scoring (pemberian skor) berdasarkan tingkat pengaruh variable tersebut terhadap besarnya imbuhan airtanah. Hasil skoring kemudian ditumpangsusunkan (overlay) dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Tumpangsusun dilakukan dengan menggunakan rumus:
R = (A+P+3L+2I+S) / 0,9 (Andreo dkk, 2008)
R = Imbuhan airtanah dalam persen A = Ketinggian
P = kemiringan Lereng L = Litologi
I = Zona Infiltrasi S = Tanah
Analisis yang dapat dilakukan antara tingkat imbuhan airtanah dengan tingkat kerentanan airtanah ialah berbanding lurus, dimana ketika tingkat ibuhan airtanah tinggi pada suatu wilayah maka akan menyebabkan tingkat kerentanan airtanah yang tinggi pula. Hal ini dikarenakan semakin banyak pula air yang masuk ke dalam sistem airtanah, sehingga menyebabkan semakin besar pula peluang masukknya polutan atau kontaminan ke dalam sistem airtanah.
(1/2)
Referensi
Andreo, B., Vías, J., Durán, J.J., Jiménez, P., López-Geta, P. A., dan Carrasco, F. 2008. Methodology for Groundwater Recharge Assessment in Carbonate Aquifers: Application to Pilot Sites in Southern Spain. Hydrogeology Journal, 16. 911–925.
Cahyadi, Ahmad dan Fedhi A.H. 2011. Pemanfatan Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk Pemetaan Imbuhan Airtanah Dan Kerentanan Airtanah Di Kawasan Karst (Studi Kasus Di Kecamatan Paliyan Dan Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul). Yogyakarta: Prosiding SNATI UII.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar